Arief Setya negara, Thats Me!!!

Cukup dengan monyetnya, saya gak bisa lepas dari kacamata. Kalau dilepas, ibarat muka manusia di dunia itu sama datarnya. Kebayang gak? Kalo anda belum bisa membayangkan, saya anggap kecerdasan dan daya imajinasi anda dibawah monyet.

Jumat, 25 Juli 2014

Yang Sabar ya Indri

Mungkin dalam post kali ini gua lebih milih bahasa keseharian yang simple dan pastinya gak ribet. Kenapa, karena gua akan menceritakan cewe yang bernama Dian Indriani. Kekasih gua, ce ilaaah, hahahahaaai.

Ya, dia biasa dipanggil Indri, temen-temennya biasa manggil preman condong catur, kalo gua jelas lebih romantis, 'Indri si tukang bengek'. Dia biasa ketawa dengan dengan imbuhan 'ngik ngik ngik' layaknya orang bengek, terkadang gua suka takut sendiri, hahahaha. Dia orangnya simple, ga neko-neko dan yang penting adalah sabar. Sabar dalam menghadapi gua yang super duper brengsek dan nyebelin. Gua beruntung bisa mendapatkan preman sesabar, seasik dan seindah dia.

Sering banget gua kurang ajar sama tuh orang, yang gak jelas cewe atau cowo. sering baget gua gak bales/ telat bales bbm-nya dia karena gua yang sibuk di dunia sendiri, layaknya membaca buku, online comic, blogging, main game, ngobrol ma temen atau keluarga dan yang lebih klise lagi adalah ketiduran (sama nulis post ini). Berkali-kali gua minta maaf dan berkali-kali dia memaafkan juga mencoba mengerti.

Dia adalah cewe menggemaskan, menyanangkan dan ngangenin. Selalu membuat gua percaya diri dan lebih sering ketawa. Entah apa yang bakal gua lakukan tanpa adanya dia. 

Sabtu, 19 Juli 2014

KOMA: Setiap Lembaran Hidup, Tidak Ada Mati (titik), Namun Koma


Judul          : KOMA
Author       : Rachmania Arunita
Penerbit     : Bentang Pustaka
Tebal          : 295 Halaman
Harga         : Rp.49.000,

Dia adalah seorang pribadi yang sedang dalam perjalanan. Meski tubuh masih terbujur kaku diatas ranjang rumah sakit, dia masih dalam perjalanan, proses pencarian; jati diri, dunia, hidup dan cinta. Mata fisiknya mungkin tertutup dan terlelap, namun, mata batinnya terbuka lebar. Mata itu dapat melihat dunia lebih lebar, dapat merasakan pedih keluarga yang menangisinya, mata itu dapat membantu jiwa untuk mensyukuri segala ciptaan-Nya. Namun sayang, mata itu tidak dapat menangis.

Dia adalah seorang pribadi yang bimbang. Bimbang dalam menentukan mana yang terbaik bagi dirinya dalam tekanan keluarga (yang Ia rasa) berat. Ia merasa bahwa semua orang menyebalkan, bahkan, opini akan tidak ada gunanya untuk hidup di dunia ini-pun muncul. Tidak hanya ini, dalam cinta Ia juga payah. Payah bukan berarti dalam mencarinya, namun dalam mengambil tindakan dan peka terhadap orang yang memperhatikannya.

Dia adalah Jani, seorang mahasiswi berumur 22 tahun yang terjatuh koma. Seorang wanita yang terperangkap diantara dua dunia, hidup dan mati. Meski begitu, Ia menemukan kualitas hidup saat Ia masih tertidur. Ia melihat dunia lebih luas dari pada mereka dengan mata yang masih terbuka. Meski koma, Ia menemukan teman dan cinta baru. Ia bertemu dengan Leo. Dan Leo adalah air bagi api Jani disaat kesedihan menggrogotinya. Ia membantu Jani memaknai hidup dan mengantarnya ke gerbang kedewasaan yang lebih lanjut.

Koma adalah penghayatan hidup, perenungan bagaimana hidup harus dijalani. Bagaimana hidup itu sebenarnya tiada akhir (titik), melinkan terus berlanjut (koma) namun di dunia yang berbeda. Hidup itu tidak mengenal kata "selamat tinggal", namun "samapai ketemu lagi". Hal tersebut merupakan nilai moral yang saya peroleh saat saya membaca KOMA oleh Rachmania Arunita (Nia). Jujur, saya belum pernah membaca bukunya sebelumnya, namun semenjak KOMA, saya ingin mengenal Nia lebih dekat melalui karya-karyanya. Melihat akun media sosial, dan dia adalah salah seorang yang manis untuk dilihat. (cie cie ciiieee).

Saya yakin, dalam proses penulisan novel ini membutuhkan perjalanan yang panjang. Membutuhkan referensi baik buku kedokteran maupun psikologis, film, maupun novel lainnya. Nia menulis KOMA bukan hanya inspirasi yang "teng" tiba-tiba datang, namun juga melalui proses pembelajaran dan pengalamannya dalam menulis novel dan jatuh Koma. Novel ini sangat cocok bagi kamu yang sedang mengalami kebimbangan hidup atau sedang mencari tu siapa dirimu. Jangan pernah bosan untuk mencari tahu, bacalah buku ini sebagai referensimu. Hidup itu indah apa bila syukur selalu dihikmatkan.

Sekian resensi buku, saya Arief Setya Negara, mengucapkan terima kasih sudah membaca. Mungkin berikutnya saya akan meresensi Pulang oleh Leila S. Chudori.

Jumat, 18 Juli 2014

Aku dan Ibu



Pagi ini (18/07/14) aku tiba di kampung halaman, Cibinong (Kabupaten Bogor) Jawa Barat, kurang lebih pukul delapan pagi. Layaknya tahun-tahun sebelumnya, tujuanku pulang adalah menghabiskan waktu libur (sebelum semester remidiasi plus di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, 6/08/14) juga merayakan hari raya Idul Fitri bersama keluarga. Bukan suasana rumah ataupun kampung yang saya rindukan, melaikan Ibunda saya. Selama libur, saya harus menemani dan memanjakannya.

Beliau mengidap stroek sudah tujuh bulan lamanya dan semenjak tujuh bulan tersebut, opiniku akan duniapun mulai berubah. Intinya, aku melewatkan banyak hal disaat sebelum Ibu sakit, baik menikmati jalannya hidup (senang dan susah), merasa benar disaat melakukan keburukan, melupakan bahwa disetiap akhir cerita akan adanya nilai moral yang dapat diambil dan bersyukur atas segala sesuatu yang aku punya (keluarga, teman, pengalaman dan materi).

Kepribadian Ibu berubah drastis 180 derajat, begitu pula hidupku (meski tidak terlalu). Sering kali susah tidur dan memikirkan Ibu semalaman, hingga pada akhirnya insomnia melanda dan jam tidurpun kembali rusak (biasanya jam tidur rusak digunakan untuk hal yang sama sekali tidak perlu; marathon episode Anime, nonton film yang sudah berulang kali ditonton, baca comic, dsb.). Terkadang merasa amat teramat bodoh, ketika mengingat akan rusaknya jam tidur untuk hal yang tidak perlu disaat memikirkan bagaimana kesehatan Ibu saya kelak. Apakah Ibu akan segera baikan, akankah Ibu akan selamanya sakit, dsb. Pemikiran barusan-pun tidak jauh bodohnya, lebih bodoh lagi, ketika Aku mengingatkan diriku akan kebodohan, namun semakin sering pula aku melakukannya.

Ya, Ibu. Sebelum stroek, beliau sangatlah galak dan doyan membentak. Setelah stroek, Ibu memiliki sifat layaknya anak kecil, baik, tulus, pengertian dan nakal (kalo disuruh minum obat). Sedih dan hati menangis dan bisu ketika mendengar berbagai kalimat yang Ibu utarakan secara terabata-bata, bagian tubuh sebelah kanan yang susah untuk digerakan (terutama tangan dan kaki). Mungkin tongkat penyangga menjadi teman Ibu dalam menelusuri rumah yang kosong ketika Bapak pergi bekerja, adik-adik yang sekolah dan saya yang masih di Jogja dalam menuntut ilmu.

Pernah mata berkaca-kaca disaat pertama kali menjenguk Ibu tujuh bulan yang lalu, tepatnya dibulan Desember, 2013. Memberi salam dan menyapa Ibu disalah satu kamar di Rumah Sakit Bina Husada Cibinong, dan dengan suara yang terbata-bata Ibu bertanya "siapa?". Ibuku melupakanku. Kejadian tersebut sungguh menguras hatiku, membunuh jiwaku. Hingga pada akhirnya adikku perempuanku berkata bahwa Ibu sedang mengalami masalah di otaknya, kemampuan mengingatnyapun masih sangat payah. Okay, apapun yang kulakukan untuk Ibu. Dari menyuapi, membantu ibu berdiri, membelikan segala sesuatu dan kemarin(18/07/14), aku baru saja memandikan Ibu untuk pertama kalinya. Ibu menjadi lebih kurus. Lemak-lemak dibawah lengannya menghilang, jangankan berjalan tanpa tongkat penyangga, makapun dan minum obatpun susah (rewel). Begitulah Ibu yang sekarang. Cepat sembuh ya Ibu, nanti kita bisa jalan-jalan pake sepedah motor lagi keliling Bogor.

Rasanya, bait lembaran ini bagai KOMA yang ditulis oleh Rachmania Arunita. Mungkin kapan-kapan aku bisa meresensi novel tersebut buat sobat-sobat semua. Jarang-jarang sekali aku membaca buku bertajuk cinta, mungkin semenjak Ibuku jatuh stroek dan aku memiliki kekasih, hati ini menjadi sensitif. Baru ingat, aku belum memperkenalkan pacarku e sobat blogger semua ya, okay, nanti ya, sabar, di post berikutnya, hehehehe.

Sebelumnya, maaf, tiga minggu lebih aku ga update post, maklum lagi UAS dan lagi asik-asiknya baca Novel Pulang by Leila S. Chudori. Cukup omongan panjang dan lebarnya, aku Arief Setya Negara, Thanks banget udah baca curhatanku yang gak jelas ini, see yaaa