Jumat, 27 Juni 2014

Teh yang Terlupakan




Chapter  ; Tidur Lelap
Genre     ; Horor, Mister
Penulis   ; Arief Setya Negara


Bangun disejuknya udara pagi daerah pedesaan di puncak Bogor, diatas ranjang dengan hiasan tirai putih berrenda, ya, aku sudah lama tidak merasakan tidur yang berkualitas seperti ini, rasanya seperti pangeran dari dunia antah berantah. Berapa lama aku memejamkan mata? Hmmm, melihat arloji tua pemberian ayah, waktu menunjukan pukul 08:00 dipagi hari, berarti aku sudah memejamkan mata kurang lebih sepuluh jam.

Aaaargh... Segar dan pegal-pegal menjadi satu. Ya, mungkin akibat mengangkat koper Sophie dan Inggit, juga membersihkan beberapa bagian di vila yang nampak sangat berdebu. Wajarlah, rumah ini sudah lama tidak disewakan dan sangat tidak tega sekali melihat bapak penjaga vila itu membersihkan semuanya sendiri. Dengan usia yang mungkin diatas 60 tahun, badannya yang kurus, berpakaian lusuh setelah berkebun, aku tidak bisa membiarkannya sendiri. Belum lagi lelah yang Ia peroleh sedari berkebun.

Secangkir teh panas dan beberapa batang rokok mungkin dapat menyegarkanku kembali. Melangkahkan kaki keluar kamar, menyusuri lorong yang luasnya selebar lapangan futsal, menuruni tangga tua yang berdencit hingga pada akhirnya, sampailah diriku di teras vila. Aku melihat meja bundar kecil ditengah bangku yang seukurannya. Diatas meja tersedia potongan bolu kukus diatas piring, teko vintage berisikan teh, empat cangkir berdiri terbalik diatas piring kecil, tidak lupa toples antik dengan gula didalamnya dan semua itu tertata rapih diatas nampan plastik berwarna biru. Perhatian sekali bapak tua itu, menyediakan semua ini demi Aku, Doni dan kedua wanita malas itu.

Bicara Doni, Sophie dan Inggit, dimana mereka saat ini? Apakah masih tertidur lelap? Aku tidak dapat menikmati sajian ini sendiri, setidaknya ada orang yang menemaniku untuk mengobrol bersama. Tidak membuang waktu, aku langsung berteriak memanggil nama mereka masing-masing. Beberapa saat kemudian, mereka datang berlari dari kamar mereka. Gedebak –gedebuk suara tangga tua itu dilibas oleh tiga orang yang sudah tidak kenal umur dan berat badan.

Mereka mengerubungiku layaknya gula ditengah semut dan yang kulihat adalah wajah yang penuh akan segala pertanyaan yang ingin ditumpahkannya. Atmosfer dan sekenario pagi tadi hilang dengan raut wajah mereka sangat tidak mengenakkan sekali, seakan-akan banjir bandang akan datang layaknya di film 2012. Dengan nafas yang masih terengah-engah Doni berusaha mengatakan sesuatu.

Ia bertanya kenapa aku bisa ada di teras ini. Dahiku mulai mengkerut karena curiga. Memangnya kenapa? Apa salahnya? Kemudian penjelasan lanjutan yang tidak logis keluar dari mulut bocah ini;
“Kami cemas denganmu To, kamu tidur selama dua hari penuh tanpa jeda, kemudian dihari berikutnya, saat matahari mulai tenggelam, kamu membuka pintu kamarku dan menatapku dengan tatapan kosong. Mungkin kurang lebih selama lima menit kamu diam dengan tatapan menyeramkan itu, kemudian kamu meninggalkan kamar begitu saja. Berjalan keluar, menelusuri lorong kemudian kamu berusaha menuruni tangga. Lalu kamu terjatuh, kembali tidur dan kami bertiga menggotongmu kembali kekamar”.

Wow wow wow, jangan menumpahkan semua, dikira aku bisa mencerna segalanya disaat aku belum sama sekali menikmati sebatang rokok dan seruputan teh itu? Don, kamu sebenarnya bicara apa sih? Benarkah aku tertidur selama itu? Tidak hanya Doni, Sophie dan Inggit pun meyakinkanku bahwa itulah yang terjadi. Aaargh, sangat-sangat gak logis. Wajah mereka merusak mood pagiku.

Sesegera aku meraih bungkus rokok di kantung celana sebelah kanan dan mengambil sebatang demi menurunkan tekanan yang ditimbulkan ketiga orang gila ini. Semuanya tidak mungkin benar, hisapan dari rokok pertama dipagi hari disaat semuanya semakin memburuk sangatlah membantu. “Serrrrrrrrt” (hisapan) dan kemudian “huuuft” (tiupan asap) ini begitu lembut, rasanya seperti tiga hari aku tidak merokok. Eh, tunggu, mulut mereka mungkin berbohong, tapi rokok dan paru-paru ini tidak. Kenapa semua ini terasa semakin aneh?

Demi meyakinkanku mereka menyuruhku untuk melihat tanggal dan waktu di hanphone. Aku menolak dan mereka menyodorkan handphone mereka dengan tanggal yang sudah dimajukan tiga hari dari sekarang. Jika waktu di hanphoneku sama, mereka pasti juga merubahnya.

Ah menyebalkan sekali dan teh yang diteko itu mungkin sudah tidak lagi hangat. Maaf bapak penjaga vila yang aku tidak tahu siapa namanya, teh buatanmu yang seharusnya nikmat disruput panas-panas, bahkan tidak kusruput sama sekali.

Okay, tidak ada lagi argumen dan kerutan dahi, karena kini kita sudah datang jauh-jauh dari kota metropolitan dan sekarang ada di desa dengan pemandangan indah, kenapa aku tidak mengajak tiga orang ini untuk hiking saja? Dengan melewati perkebunan teh, dengan rute yang random dan dengan ditemani udara pagi yang sejuk, mungkin dapat menjernihkan pikiran dan tentunya menyegarkan raga kita semua. Serta melupakan semua yang barusan terjadi.
***

Arrrgh, menyebalkan... Niatku mengajak mereka hiking untuk menutup mulut dengan panorama hijau kebun teh yang tidak biasa, kenapa malah sepanjang perjalanan mereka berusaha meyakinkanku dengan hal yang barusan. Hingga pada akhirnya aku berteriak.

“Kalian kenapa sih? Menyebalkan sekali. Jangan terus menerus merusak moodku. Dengan bacot kalian yang tidak hentinya itu justru  membuat liburan ini lebih buruk daripada suasana kantor. kalian pikir aku bodoh? Jangan seperti itulah. Kalo menurut kalian perjalanan ini tidak berarti, buatku sebaliknya.”

Sudah lama sekali aku tidak berteriak. Stress ini membuatku ingin kembali merokok, padahal aku sudah berniat untuk tidak menyentuhnya saat berolahraga. Persetan, mereka adalah setan! Eh tunggu, korek gasku tertinggal di teras vila, pikun sekali, untung saja didepan ada warung. Memang, hisapan ini bagaikan surga.

Oh iya, Ibuku seharusnya sudah mengirimkan sms pesanan oleh-olehnya. Seingatku Ia memesan ubi bakar cilembu dan hal lainnya. Tunggu, memang benar tanggalan dihapeku mereka ganti tiga hari lebih cepat, namun bukan berarti mereka dapat mengganti tanggal dan waktu yang telah provider simcard berikan. Ini kan sistem, tidak mungkin mereka bisa menggantinya. Ini sebenarnya kenapa, gak mungkin mereka benar.

 Bersambung di chapter -Tidur Berjalan Anto-.

0 komentar: