Arief Setya negara, Thats Me!!!

Cukup dengan monyetnya, saya gak bisa lepas dari kacamata. Kalau dilepas, ibarat muka manusia di dunia itu sama datarnya. Kebayang gak? Kalo anda belum bisa membayangkan, saya anggap kecerdasan dan daya imajinasi anda dibawah monyet.

Jumat, 25 Juli 2014

Yang Sabar ya Indri

Mungkin dalam post kali ini gua lebih milih bahasa keseharian yang simple dan pastinya gak ribet. Kenapa, karena gua akan menceritakan cewe yang bernama Dian Indriani. Kekasih gua, ce ilaaah, hahahahaaai.

Ya, dia biasa dipanggil Indri, temen-temennya biasa manggil preman condong catur, kalo gua jelas lebih romantis, 'Indri si tukang bengek'. Dia biasa ketawa dengan dengan imbuhan 'ngik ngik ngik' layaknya orang bengek, terkadang gua suka takut sendiri, hahahaha. Dia orangnya simple, ga neko-neko dan yang penting adalah sabar. Sabar dalam menghadapi gua yang super duper brengsek dan nyebelin. Gua beruntung bisa mendapatkan preman sesabar, seasik dan seindah dia.

Sering banget gua kurang ajar sama tuh orang, yang gak jelas cewe atau cowo. sering baget gua gak bales/ telat bales bbm-nya dia karena gua yang sibuk di dunia sendiri, layaknya membaca buku, online comic, blogging, main game, ngobrol ma temen atau keluarga dan yang lebih klise lagi adalah ketiduran (sama nulis post ini). Berkali-kali gua minta maaf dan berkali-kali dia memaafkan juga mencoba mengerti.

Dia adalah cewe menggemaskan, menyanangkan dan ngangenin. Selalu membuat gua percaya diri dan lebih sering ketawa. Entah apa yang bakal gua lakukan tanpa adanya dia. 

Sabtu, 19 Juli 2014

KOMA: Setiap Lembaran Hidup, Tidak Ada Mati (titik), Namun Koma


Judul          : KOMA
Author       : Rachmania Arunita
Penerbit     : Bentang Pustaka
Tebal          : 295 Halaman
Harga         : Rp.49.000,

Dia adalah seorang pribadi yang sedang dalam perjalanan. Meski tubuh masih terbujur kaku diatas ranjang rumah sakit, dia masih dalam perjalanan, proses pencarian; jati diri, dunia, hidup dan cinta. Mata fisiknya mungkin tertutup dan terlelap, namun, mata batinnya terbuka lebar. Mata itu dapat melihat dunia lebih lebar, dapat merasakan pedih keluarga yang menangisinya, mata itu dapat membantu jiwa untuk mensyukuri segala ciptaan-Nya. Namun sayang, mata itu tidak dapat menangis.

Dia adalah seorang pribadi yang bimbang. Bimbang dalam menentukan mana yang terbaik bagi dirinya dalam tekanan keluarga (yang Ia rasa) berat. Ia merasa bahwa semua orang menyebalkan, bahkan, opini akan tidak ada gunanya untuk hidup di dunia ini-pun muncul. Tidak hanya ini, dalam cinta Ia juga payah. Payah bukan berarti dalam mencarinya, namun dalam mengambil tindakan dan peka terhadap orang yang memperhatikannya.

Dia adalah Jani, seorang mahasiswi berumur 22 tahun yang terjatuh koma. Seorang wanita yang terperangkap diantara dua dunia, hidup dan mati. Meski begitu, Ia menemukan kualitas hidup saat Ia masih tertidur. Ia melihat dunia lebih luas dari pada mereka dengan mata yang masih terbuka. Meski koma, Ia menemukan teman dan cinta baru. Ia bertemu dengan Leo. Dan Leo adalah air bagi api Jani disaat kesedihan menggrogotinya. Ia membantu Jani memaknai hidup dan mengantarnya ke gerbang kedewasaan yang lebih lanjut.

Koma adalah penghayatan hidup, perenungan bagaimana hidup harus dijalani. Bagaimana hidup itu sebenarnya tiada akhir (titik), melinkan terus berlanjut (koma) namun di dunia yang berbeda. Hidup itu tidak mengenal kata "selamat tinggal", namun "samapai ketemu lagi". Hal tersebut merupakan nilai moral yang saya peroleh saat saya membaca KOMA oleh Rachmania Arunita (Nia). Jujur, saya belum pernah membaca bukunya sebelumnya, namun semenjak KOMA, saya ingin mengenal Nia lebih dekat melalui karya-karyanya. Melihat akun media sosial, dan dia adalah salah seorang yang manis untuk dilihat. (cie cie ciiieee).

Saya yakin, dalam proses penulisan novel ini membutuhkan perjalanan yang panjang. Membutuhkan referensi baik buku kedokteran maupun psikologis, film, maupun novel lainnya. Nia menulis KOMA bukan hanya inspirasi yang "teng" tiba-tiba datang, namun juga melalui proses pembelajaran dan pengalamannya dalam menulis novel dan jatuh Koma. Novel ini sangat cocok bagi kamu yang sedang mengalami kebimbangan hidup atau sedang mencari tu siapa dirimu. Jangan pernah bosan untuk mencari tahu, bacalah buku ini sebagai referensimu. Hidup itu indah apa bila syukur selalu dihikmatkan.

Sekian resensi buku, saya Arief Setya Negara, mengucapkan terima kasih sudah membaca. Mungkin berikutnya saya akan meresensi Pulang oleh Leila S. Chudori.

Jumat, 18 Juli 2014

Aku dan Ibu



Pagi ini (18/07/14) aku tiba di kampung halaman, Cibinong (Kabupaten Bogor) Jawa Barat, kurang lebih pukul delapan pagi. Layaknya tahun-tahun sebelumnya, tujuanku pulang adalah menghabiskan waktu libur (sebelum semester remidiasi plus di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, 6/08/14) juga merayakan hari raya Idul Fitri bersama keluarga. Bukan suasana rumah ataupun kampung yang saya rindukan, melaikan Ibunda saya. Selama libur, saya harus menemani dan memanjakannya.

Beliau mengidap stroek sudah tujuh bulan lamanya dan semenjak tujuh bulan tersebut, opiniku akan duniapun mulai berubah. Intinya, aku melewatkan banyak hal disaat sebelum Ibu sakit, baik menikmati jalannya hidup (senang dan susah), merasa benar disaat melakukan keburukan, melupakan bahwa disetiap akhir cerita akan adanya nilai moral yang dapat diambil dan bersyukur atas segala sesuatu yang aku punya (keluarga, teman, pengalaman dan materi).

Kepribadian Ibu berubah drastis 180 derajat, begitu pula hidupku (meski tidak terlalu). Sering kali susah tidur dan memikirkan Ibu semalaman, hingga pada akhirnya insomnia melanda dan jam tidurpun kembali rusak (biasanya jam tidur rusak digunakan untuk hal yang sama sekali tidak perlu; marathon episode Anime, nonton film yang sudah berulang kali ditonton, baca comic, dsb.). Terkadang merasa amat teramat bodoh, ketika mengingat akan rusaknya jam tidur untuk hal yang tidak perlu disaat memikirkan bagaimana kesehatan Ibu saya kelak. Apakah Ibu akan segera baikan, akankah Ibu akan selamanya sakit, dsb. Pemikiran barusan-pun tidak jauh bodohnya, lebih bodoh lagi, ketika Aku mengingatkan diriku akan kebodohan, namun semakin sering pula aku melakukannya.

Ya, Ibu. Sebelum stroek, beliau sangatlah galak dan doyan membentak. Setelah stroek, Ibu memiliki sifat layaknya anak kecil, baik, tulus, pengertian dan nakal (kalo disuruh minum obat). Sedih dan hati menangis dan bisu ketika mendengar berbagai kalimat yang Ibu utarakan secara terabata-bata, bagian tubuh sebelah kanan yang susah untuk digerakan (terutama tangan dan kaki). Mungkin tongkat penyangga menjadi teman Ibu dalam menelusuri rumah yang kosong ketika Bapak pergi bekerja, adik-adik yang sekolah dan saya yang masih di Jogja dalam menuntut ilmu.

Pernah mata berkaca-kaca disaat pertama kali menjenguk Ibu tujuh bulan yang lalu, tepatnya dibulan Desember, 2013. Memberi salam dan menyapa Ibu disalah satu kamar di Rumah Sakit Bina Husada Cibinong, dan dengan suara yang terbata-bata Ibu bertanya "siapa?". Ibuku melupakanku. Kejadian tersebut sungguh menguras hatiku, membunuh jiwaku. Hingga pada akhirnya adikku perempuanku berkata bahwa Ibu sedang mengalami masalah di otaknya, kemampuan mengingatnyapun masih sangat payah. Okay, apapun yang kulakukan untuk Ibu. Dari menyuapi, membantu ibu berdiri, membelikan segala sesuatu dan kemarin(18/07/14), aku baru saja memandikan Ibu untuk pertama kalinya. Ibu menjadi lebih kurus. Lemak-lemak dibawah lengannya menghilang, jangankan berjalan tanpa tongkat penyangga, makapun dan minum obatpun susah (rewel). Begitulah Ibu yang sekarang. Cepat sembuh ya Ibu, nanti kita bisa jalan-jalan pake sepedah motor lagi keliling Bogor.

Rasanya, bait lembaran ini bagai KOMA yang ditulis oleh Rachmania Arunita. Mungkin kapan-kapan aku bisa meresensi novel tersebut buat sobat-sobat semua. Jarang-jarang sekali aku membaca buku bertajuk cinta, mungkin semenjak Ibuku jatuh stroek dan aku memiliki kekasih, hati ini menjadi sensitif. Baru ingat, aku belum memperkenalkan pacarku e sobat blogger semua ya, okay, nanti ya, sabar, di post berikutnya, hehehehe.

Sebelumnya, maaf, tiga minggu lebih aku ga update post, maklum lagi UAS dan lagi asik-asiknya baca Novel Pulang by Leila S. Chudori. Cukup omongan panjang dan lebarnya, aku Arief Setya Negara, Thanks banget udah baca curhatanku yang gak jelas ini, see yaaa

Sabtu, 28 Juni 2014

Layaknya Nick dan Jess


Dalam dua minggu terakhir ini saya menonton New Girl Season-3 (TV Series) dibintangi Zooey Deschanel (sebagai Jessica Day). Ditemani kopi dan rokok favorit, waktupun berlalu begitu saja. Tapi sejalannya beberapa episode, saya merasa ada yang kurang. Apa ya? Rasanya saya membutuhkan sosok seperti Jess, tidak hanya dalam mewarnai hari-hari, namun juga melengkapi hidup Nick Miller (dibintangi oleh Jake Johnson).

Yups, hidup dan sifat saya gak terlalu jauh dengan Nick. Pria ini menyebalkan, pelit, acuh, ketus dan membosankan. Semua itu berubah ketika Ia jatuh cinta dengan Jess. Jess merubah sifat Nick yang penakut menjadi pemberani, yang tidak percaya akan bank menjadi salah satu nasabah. Begitu pun dengan saya, hidup dan sifat ini berubah saat wanita yang bernama Raisa datang (inisial, hahahaha). Sifatnya yang lepas, senyumnya yang indah dan ketawa layaknya orang kumat asma, buat saya kembali semangat. Yang awalnya Acuh menjadi romantis, yang awalnya malas memegang handphone menjadi autis dan yang awalnya tidur layaknya kerbau menjadi macan yang siap menerjang balasan BBM darinya (masih mencoba).

Hahahaha, segalanya menjadi lebih menyenangkan, begitupun dengan malam minggu kali ini. Ya, sebenarnya malam minggu kali ini tidak jauh berbeda dengan yang lalu, sendiri. Namun, ada namunnya. Ketika saya menikmati New Girl Season-3, saya pun juga berautis ria dengannya. Malam minggu depan, saya sudah berencana dengan-Nya untuk menghabiskan waktu bersama, entah ngopi, makan atau beralay ria. Nanti sobat bloggerpun tau, hahahaha.

Mengingat kutipan dari salah satu sobat perjuangan, Ia pernah mengatakan, "bang kamu itu orangnya unik, begitupun dengan jodohmu nanti, gak jauh uniknya dari kamu. Kamu bakal ketemu dengan orang yang benar-benar klop dengan kamu." Dulu saya masih bingung, "ini orang ngomong apa?", hahahaha, dan sekarang saya mengerti. Jodoh itu bukan mereka yang cantik/tampan, kaya/mumpuni, keren/oke punya, tapi buatku itu asik, mengerti dan ketawa layaknya mereka yang kumat asma.

Saya, Arief Setya Negara, mengucapkan banyak terima kasih karena sobat sudah mau membaca blog aneh ini. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang berkewajiban, selamat saur dan selamat mencari Jess buat kamu.

Jumat, 27 Juni 2014

Selamat Menunaikan Ibadah di Bulan Ramadhan.


Buatku, bulan Ramadhan adalah bulan penuh dengan berkah dan pahala bagi mereka yang mencarinya. Tidak hanya itu, setiap tahunnya, bulan ini selalu mendekatkanku baik dengan keluarga maupun sahabat. Teringat bahwa Ibuku selalu membuatkan martabak kentang, kolak pisang atau mie gleser (mie khas bogor) beserta gorengan pelengkap untuk sajian buka. Disamping itu, berbuka dengan sahabat tidak kalah menariknya. Pergi kesuatu tempat makan, bergunjing satu sama lain, berbicara kotor bahkan jorok dan esensi suci Ramadhanpun hilang, hahahaha.

Buatku, semua itu adalah berkah, meskipun intensitas Sholat Tarawih dan Sunah lainnya dibawah 50% setiap tahun, hahahaha. Yup, setiap orang memiliki kacamatanya sendiri dalam memandang berkah di bulan Ramadhan. Tentunya bukan hanya kepada Yang Maha Kuasa ketika kita menyembah dan mengejarnya, namun juga secara horizontal, berbagi senyum dan tawa bersama orang yang didekat kita.


Agar bulan ini terlaksana dengan plong tanpa ada luka di hati, mari kita mencari berkah dengan bermaaf-maafan kepada mereka yang didekat kita, mari kita bertoleransi dengan mereka yang tidak berpuasa. Cerahkan hati, cerahkan bulan Ramadhan ini. Selamat menunaikan ibadah puasa dan mohon maaf atas sifat saya yang selalu menyebalkan, dari Arief, pria yang belum berkeluarga.

Teh yang Terlupakan




Chapter  ; Tidur Lelap
Genre     ; Horor, Mister
Penulis   ; Arief Setya Negara


Bangun disejuknya udara pagi daerah pedesaan di puncak Bogor, diatas ranjang dengan hiasan tirai putih berrenda, ya, aku sudah lama tidak merasakan tidur yang berkualitas seperti ini, rasanya seperti pangeran dari dunia antah berantah. Berapa lama aku memejamkan mata? Hmmm, melihat arloji tua pemberian ayah, waktu menunjukan pukul 08:00 dipagi hari, berarti aku sudah memejamkan mata kurang lebih sepuluh jam.

Aaaargh... Segar dan pegal-pegal menjadi satu. Ya, mungkin akibat mengangkat koper Sophie dan Inggit, juga membersihkan beberapa bagian di vila yang nampak sangat berdebu. Wajarlah, rumah ini sudah lama tidak disewakan dan sangat tidak tega sekali melihat bapak penjaga vila itu membersihkan semuanya sendiri. Dengan usia yang mungkin diatas 60 tahun, badannya yang kurus, berpakaian lusuh setelah berkebun, aku tidak bisa membiarkannya sendiri. Belum lagi lelah yang Ia peroleh sedari berkebun.

Secangkir teh panas dan beberapa batang rokok mungkin dapat menyegarkanku kembali. Melangkahkan kaki keluar kamar, menyusuri lorong yang luasnya selebar lapangan futsal, menuruni tangga tua yang berdencit hingga pada akhirnya, sampailah diriku di teras vila. Aku melihat meja bundar kecil ditengah bangku yang seukurannya. Diatas meja tersedia potongan bolu kukus diatas piring, teko vintage berisikan teh, empat cangkir berdiri terbalik diatas piring kecil, tidak lupa toples antik dengan gula didalamnya dan semua itu tertata rapih diatas nampan plastik berwarna biru. Perhatian sekali bapak tua itu, menyediakan semua ini demi Aku, Doni dan kedua wanita malas itu.

Bicara Doni, Sophie dan Inggit, dimana mereka saat ini? Apakah masih tertidur lelap? Aku tidak dapat menikmati sajian ini sendiri, setidaknya ada orang yang menemaniku untuk mengobrol bersama. Tidak membuang waktu, aku langsung berteriak memanggil nama mereka masing-masing. Beberapa saat kemudian, mereka datang berlari dari kamar mereka. Gedebak –gedebuk suara tangga tua itu dilibas oleh tiga orang yang sudah tidak kenal umur dan berat badan.

Mereka mengerubungiku layaknya gula ditengah semut dan yang kulihat adalah wajah yang penuh akan segala pertanyaan yang ingin ditumpahkannya. Atmosfer dan sekenario pagi tadi hilang dengan raut wajah mereka sangat tidak mengenakkan sekali, seakan-akan banjir bandang akan datang layaknya di film 2012. Dengan nafas yang masih terengah-engah Doni berusaha mengatakan sesuatu.

Ia bertanya kenapa aku bisa ada di teras ini. Dahiku mulai mengkerut karena curiga. Memangnya kenapa? Apa salahnya? Kemudian penjelasan lanjutan yang tidak logis keluar dari mulut bocah ini;
“Kami cemas denganmu To, kamu tidur selama dua hari penuh tanpa jeda, kemudian dihari berikutnya, saat matahari mulai tenggelam, kamu membuka pintu kamarku dan menatapku dengan tatapan kosong. Mungkin kurang lebih selama lima menit kamu diam dengan tatapan menyeramkan itu, kemudian kamu meninggalkan kamar begitu saja. Berjalan keluar, menelusuri lorong kemudian kamu berusaha menuruni tangga. Lalu kamu terjatuh, kembali tidur dan kami bertiga menggotongmu kembali kekamar”.

Wow wow wow, jangan menumpahkan semua, dikira aku bisa mencerna segalanya disaat aku belum sama sekali menikmati sebatang rokok dan seruputan teh itu? Don, kamu sebenarnya bicara apa sih? Benarkah aku tertidur selama itu? Tidak hanya Doni, Sophie dan Inggit pun meyakinkanku bahwa itulah yang terjadi. Aaargh, sangat-sangat gak logis. Wajah mereka merusak mood pagiku.

Sesegera aku meraih bungkus rokok di kantung celana sebelah kanan dan mengambil sebatang demi menurunkan tekanan yang ditimbulkan ketiga orang gila ini. Semuanya tidak mungkin benar, hisapan dari rokok pertama dipagi hari disaat semuanya semakin memburuk sangatlah membantu. “Serrrrrrrrt” (hisapan) dan kemudian “huuuft” (tiupan asap) ini begitu lembut, rasanya seperti tiga hari aku tidak merokok. Eh, tunggu, mulut mereka mungkin berbohong, tapi rokok dan paru-paru ini tidak. Kenapa semua ini terasa semakin aneh?

Demi meyakinkanku mereka menyuruhku untuk melihat tanggal dan waktu di hanphone. Aku menolak dan mereka menyodorkan handphone mereka dengan tanggal yang sudah dimajukan tiga hari dari sekarang. Jika waktu di hanphoneku sama, mereka pasti juga merubahnya.

Ah menyebalkan sekali dan teh yang diteko itu mungkin sudah tidak lagi hangat. Maaf bapak penjaga vila yang aku tidak tahu siapa namanya, teh buatanmu yang seharusnya nikmat disruput panas-panas, bahkan tidak kusruput sama sekali.

Okay, tidak ada lagi argumen dan kerutan dahi, karena kini kita sudah datang jauh-jauh dari kota metropolitan dan sekarang ada di desa dengan pemandangan indah, kenapa aku tidak mengajak tiga orang ini untuk hiking saja? Dengan melewati perkebunan teh, dengan rute yang random dan dengan ditemani udara pagi yang sejuk, mungkin dapat menjernihkan pikiran dan tentunya menyegarkan raga kita semua. Serta melupakan semua yang barusan terjadi.
***

Arrrgh, menyebalkan... Niatku mengajak mereka hiking untuk menutup mulut dengan panorama hijau kebun teh yang tidak biasa, kenapa malah sepanjang perjalanan mereka berusaha meyakinkanku dengan hal yang barusan. Hingga pada akhirnya aku berteriak.

“Kalian kenapa sih? Menyebalkan sekali. Jangan terus menerus merusak moodku. Dengan bacot kalian yang tidak hentinya itu justru  membuat liburan ini lebih buruk daripada suasana kantor. kalian pikir aku bodoh? Jangan seperti itulah. Kalo menurut kalian perjalanan ini tidak berarti, buatku sebaliknya.”

Sudah lama sekali aku tidak berteriak. Stress ini membuatku ingin kembali merokok, padahal aku sudah berniat untuk tidak menyentuhnya saat berolahraga. Persetan, mereka adalah setan! Eh tunggu, korek gasku tertinggal di teras vila, pikun sekali, untung saja didepan ada warung. Memang, hisapan ini bagaikan surga.

Oh iya, Ibuku seharusnya sudah mengirimkan sms pesanan oleh-olehnya. Seingatku Ia memesan ubi bakar cilembu dan hal lainnya. Tunggu, memang benar tanggalan dihapeku mereka ganti tiga hari lebih cepat, namun bukan berarti mereka dapat mengganti tanggal dan waktu yang telah provider simcard berikan. Ini kan sistem, tidak mungkin mereka bisa menggantinya. Ini sebenarnya kenapa, gak mungkin mereka benar.

 Bersambung di chapter -Tidur Berjalan Anto-.

Minggu, 22 Juni 2014

Inagurasi dan Tongkat Narsis.




Orang tua sering kali berkata, “Kalo mau pinter, gaul sama yang pinter”. Kalo saya menanggapinya dalam berbagai hal; ya kalo mau gaul ya deket sama yang gaul, kalo mau pintar dekat dengan orang pintar, mau terlihat muda dekat dengan yang muda dan kalo mau normal jangan deket sama yang homo. Untuk opsi terakhir sepertinya mustahil, karena saya satu kontrakan dengan cowo homo. Kecuali saya dan cowo yang bernama Deni.

Okay, back on track. Kemarin siang saya baru saja bernostalgia dengan panggung pertunjukan seni yang diadakan oleh mahasiswa prodi manajemen dan ekonomi pembangunan di kampus tempat saya belajar, fakultas ekonomi Universitas Islam Indonesia (Yogyakarta). Panggung seni yang selalu diadakan tiap tahunnya oleh mahasiswa baru ini bernama Inagurasi. Sampai sekarang saya masih bingung itu artinya apa, yah, memang saya yang kepalang goblok, hahahaha.

Berbeda dengan tahun ini, tahun angkatan saya (2011) gak begitu istimewa. Bahkan terkesan gak niat, oleh karena itu saya bangga dengan mahasiswa angkatan baru ini, lebih niat dalam menjalani hidup. Tidak hanya itu, kemarin-pun saya mencoba hal baru, hal baru yang gak pernah luput dilakukan oleh anak gaul jaman sekarang. Hal itu adalah selfie menggunakan tongkat narsis, atau yang lebih gaul lagi TONGSIS. Tongsis atau yang akrab saya sebut sebagai tongkat setan ini merupakan alat yang diciptakan untuk memudahkan kita foto narsis bersama banyak orang dengan kamera depan. Semakin bagus kamera depan handphone anda, semakin bagus hasil yang didapatkan. Apabila hape anda dipasangkan oleh alat aneh ini, maka hape anda tidak jauh dari cangkul, bedanya, cangkul ini bisa moto bareng.

Back on track again, saat acara (masih) berlangsung, tidak sengaja bertemu dengan teman angkatan awal satu organisasi kampus, kemudian saya meminta foto bareng karena waktu itu sandang mereka sudah berantakan karena gedebag-gedebuk diatas panggung. Ya simple aja, agar saat difoto saya terlihat lebih rapih (meskipun enggak sama sekali).

Awalnya foto bertiga, kemudian bertemu dengan teman yang lain, sampai pada akhirnya layar hampir gak muat, karena sangking banyaknya orang. Kemudian, salah satu dari teman menyarankan tonkat SETAN. Ya, apa boleh buat, demi hasrat narsisme. Empat sampat lima foto berlalu, hingga pada akhirnya saya memegang tongkat itu. Saya tidak tahu orang lain melihat atau tidak, meskipun awalnya sangat malu dan nasi sudah menjadi lima jepretan. Ah persetan lah, namanya juga tongkat setan.

Dengan menggunakan tongkat narsis itu pada akhirnya saya sadar, tidak harus dekat dengan yang muda untuk kembali muda. Kecuali saya menginginkan istri saya tetap cantik disaat saya sudah bau tanah. Muda dan kembali muda adalah konteks yang berbeda. Satu sisi adalah fisik disisi lainnya adalah jiwa. Semua tergantung perspektif belaka. Anda tidak harus melakukan apa yang anda tidak suka (benar-benar bukan anda) demi berbaur. Saya tidak berbicara terkait dengan harga diri, namun kenyamanan anda. Untuk kasus saya yang diatas, itu adalah pengecualian. Mungkin suatu saat nanti saya akan kembali menggunakannya dengan teman-teman homo satu kontrakan dan juga deni.

Btw, cewe-cewe yang difoto cantik-cantik kan? Awas ya, kalo ada yang minta nomer Hpnya, dikira saya germo apa. Hahahahaha, sekian, saya Arief Setya Negara mengucapkan terima kasih karena anda sudah membaca cerita saya sampai Terima Kasih ^^.

Sabtu, 21 Juni 2014

Habis gelap, terbitlah cerah



Saya sering sekali bloging ketika SMA, sampai-sampai teman-teman menjuluki saya Raditya Dika bermata sipit. Waktu itu, blogging adalah hobi. Kegiatan yang dilakukan untuk melepas penat dan tentunya tidak serius. Semenjak saya merantau ke Yogyakarta (2011) untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, hobi blogging ini tidak lagi lanjut. Banyaknya tugas, teman yang seringkali mengajak keluar kamar (kost) untuk nongkrong juga main dan mengikuti organisasi kampus juga segala kegiatannya.

Selama tiga tahun hobi ini terputus. Suatu saat, teringatlah masa lalu kelam saat SMA begitu pula dengan hobi menyenangkan ini. Kenapa saya tidak blogging lagi? Kalau mau mulai lagi, berarti saya harus lebih serius. Tidak hanya menulis pengalaman pribadi, baik/buruknya, berbagi cerita, informasi dan juga karya. Dunia harus mengenal Arief Setya Negara itu siapa. Mereka harus tau bahwa Arief Setya Negara tidak hanya bisa ngoceh namun juga berkarya, seperti; sketching, designing dan hal kreatif lainnya. Dan pada akhirnya, terciptalah blog keren ini, hahahaha.

Berbicara blog lama, saya dulu mengikuti banyak sekali blog-blog masyarakat, baik teman maupun setan. Ketika saya cek satu per satu, rata-rata post terakhir mereka update satu hingga tiga tahun yang lalu, kecuali http://kentangbegadang.blogspot.com/ (Author; Lintang Pamungkas). Si Lintang ini masih saja terus update, postnya selalu dinamis, meskipun banyak yang copas, hahahaha.

Intinya, bukan saya saja yang mengalami masa kegelapan. Dengan dibuatnya blog ini, langit cerah akan kembali tersenyum. Mata harus dibuka lebih lebar, kacamata digunakan untuk menerangkan. Habis gelap setiap orang akan tumbuh besar, terbitlah terang demi meraih kesuksesan.

Karena kini Internet serba googelized, maka saya mengaktifkan akun google saya yang ber ID Arief Setya Negara. Ayo, ramaikan, follow dan beri senyuman.

Saya Arief Setya Negara, mengucapkan terima kasih sudah membaca. Sampai jumpa di Post selanjutnya ^^.

Saya Perokok dan Saya Benci Perokok.




Saya adalah perokok berat. Dulu saya mampu menghabiskan sebungkus Djarum Super 16 dalam dua hari, terlebih ketika ada pesanan Design, 16 batang rokok dapat habis dalam semalam. Ketergantungan saya dengan rokok membuat saya dibenci, dijauhi dan syukur diperhatikan oleh beberapa sahabat. “Rif, berhenti merokok lah, ga baik loh”, dan dalam hati saya mengatakan “persetan” meskipun pada kenyataannya saya mengatakan “iya”, hahahaha. Ketergantungan saya dengan rokok merupakan latarbelakang saya menulis post pada kali ini.

Beberapa orang membenci perokok, mungkin termasuk anda. Saya-pun sebagai salah satu perokok membenci perokok. Perbedaan anda dan saya, perokok yang saya benci terbagi menjadi beberapa kategori. Bahkan kategori itu cenderung saya jauhi karena perasaan ilfil. Berikut kategori berdasarkan kacamata Arief;
  1. Merokok karena ingin terlihat gaya dan lebih keren (terlebih didepan wanita).
    Perokok tipe ini cenderung membeli/ meminta rokok, bukan karena dia suka, namun karena lingkungan yang ia pijak dikerumuni banyak orang terlebih wanita. Ia merokok agar dipandang lebih keren dan gagah oleh orang-orang disekitarnya, tanpa Ia sadar bahwa banyak orang tidak suka dengan perokok. Saya sendiri masih sulit mencari jodoh karena ketergantungan dengan rokok, Ia malah merokok untuk mencari jodoh, ini sangat-lah bodoh.

  2. Merokok lebih banyak meminta dari pada membeli.
    Kategori ini dikhususkan bagi mereka yang ketergantungan rokok, namun lebih memilih untuk meminta dan mengemis demi memuaskan hasratnya karena beberapa alasan, seperti; tidak memiliki uang, memang pelit terhadap dirinya sendiri atau mungkin merasa bahwa membeli sebungkus/ sebatang rokok menghabiskan uang, jadi lebih baik meminta. Perokok katergori ini dapat dianalogikan seperti asbak yang mampu menghisap berbagai macam, merek dan tipe rokok yang Ia temui.

    Perokok seharusnya sadar bahwa merokok itu boros. Jadi, apabila tidak mau boros, saya sarankan jangan mengambil resiko untuk merokok atau memalukan diri sendiri dengan meminta.
  3. Merokok karena psikologi pribadi.
    Kategori ini sebenarnya bukanlah perokok. Mereka mencoba merokok untuk menghilangkan masalah, itulah yang mereka percaya. Apabila mereka percaya bahwa narkoba dapat
    menghilangkan masalah, maka mereka akan menggunakannya.
  4. Tipe perokok yang BRENGSEK.
    Nah, tipe perokok seperti ini yang saya benci. Mereka adalah tipe perokok aktif gabungan dari kategori satu dan dua. Pada kategori ini, mereka cenderung meminta jika tidak ada dan pelit memberi pada orang lain apabila punya. Biasanya tipe perokok ini pandai berbohong dan menipu.

Merokok memanglah tidak pernah sehat, apalagi menyebuhkan penyakit. Akan lebih sakit lagi apabila salah satu diantara anda termasuk dari kategori ini. Merokok berarti siap menghadapai penyakit yang akan datang, juga berarti siap untuk menghabiskan uang. Apabila anda tidak memiliki uang untuk merokok, saya lebih menghargai apabila anda meminjamnya, bukan meminta.

Sekian, saya Arief Setya Negara mengucapkan Terimakasih karena sudah membaca ^^.