Chapter ; Tidur Lelap
Genre ; Horor, Mister
Penulis ; Arief Setya Negara
Bangun
disejuknya udara pagi daerah pedesaan di puncak Bogor, diatas ranjang dengan
hiasan tirai putih berrenda, ya, aku sudah lama tidak merasakan tidur yang berkualitas
seperti ini, rasanya seperti pangeran dari dunia antah berantah. Berapa lama
aku memejamkan mata? Hmmm, melihat arloji tua pemberian ayah, waktu menunjukan
pukul 08:00 dipagi hari, berarti aku sudah memejamkan mata kurang lebih sepuluh
jam.
Aaaargh...
Segar dan pegal-pegal menjadi satu. Ya, mungkin akibat mengangkat koper Sophie
dan Inggit, juga membersihkan beberapa bagian di vila yang nampak sangat
berdebu. Wajarlah, rumah ini sudah lama tidak disewakan dan sangat tidak tega
sekali melihat bapak penjaga vila itu membersihkan semuanya sendiri. Dengan
usia yang mungkin diatas 60 tahun, badannya yang kurus, berpakaian lusuh
setelah berkebun, aku tidak bisa membiarkannya sendiri. Belum lagi lelah yang
Ia peroleh sedari berkebun.
Secangkir
teh panas dan beberapa batang rokok mungkin dapat menyegarkanku kembali. Melangkahkan
kaki keluar kamar, menyusuri lorong yang luasnya selebar lapangan futsal, menuruni
tangga tua yang berdencit hingga pada akhirnya, sampailah diriku di teras vila.
Aku melihat meja bundar kecil ditengah bangku yang seukurannya. Diatas meja
tersedia potongan bolu kukus diatas piring, teko vintage berisikan teh, empat
cangkir berdiri terbalik diatas piring kecil, tidak lupa toples antik dengan
gula didalamnya dan semua itu tertata rapih diatas nampan plastik berwarna
biru. Perhatian sekali bapak tua itu, menyediakan semua ini demi Aku, Doni dan
kedua wanita malas itu.
Bicara
Doni, Sophie dan Inggit, dimana mereka saat ini? Apakah masih tertidur lelap?
Aku tidak dapat menikmati sajian ini sendiri, setidaknya ada orang yang
menemaniku untuk mengobrol bersama. Tidak membuang waktu, aku langsung
berteriak memanggil nama mereka masing-masing. Beberapa saat kemudian, mereka
datang berlari dari kamar mereka. Gedebak –gedebuk suara tangga tua itu dilibas
oleh tiga orang yang sudah tidak kenal umur dan berat badan.
Mereka
mengerubungiku layaknya gula ditengah semut dan yang kulihat adalah wajah yang
penuh akan segala pertanyaan yang ingin ditumpahkannya. Atmosfer dan sekenario
pagi tadi hilang dengan raut wajah mereka sangat tidak mengenakkan sekali, seakan-akan
banjir bandang akan datang layaknya di film 2012. Dengan nafas yang masih
terengah-engah Doni berusaha mengatakan sesuatu.
Ia
bertanya kenapa aku bisa ada di teras ini. Dahiku mulai mengkerut karena
curiga. Memangnya kenapa? Apa salahnya? Kemudian penjelasan lanjutan yang tidak
logis keluar dari mulut bocah ini;
“Kami
cemas denganmu To, kamu tidur selama dua hari penuh tanpa jeda, kemudian dihari
berikutnya, saat matahari mulai tenggelam, kamu membuka pintu kamarku dan
menatapku dengan tatapan kosong. Mungkin kurang lebih selama lima menit kamu
diam dengan tatapan menyeramkan itu, kemudian kamu meninggalkan kamar begitu
saja. Berjalan keluar, menelusuri lorong kemudian kamu berusaha menuruni
tangga. Lalu kamu terjatuh, kembali tidur dan kami bertiga menggotongmu kembali
kekamar”.
Wow
wow wow, jangan menumpahkan semua, dikira aku bisa mencerna segalanya disaat
aku belum sama sekali menikmati sebatang rokok dan seruputan teh itu? Don, kamu
sebenarnya bicara apa sih? Benarkah aku tertidur selama itu? Tidak hanya Doni,
Sophie dan Inggit pun meyakinkanku
bahwa itulah yang terjadi. Aaargh, sangat-sangat gak logis. Wajah mereka merusak mood pagiku.
Sesegera
aku meraih bungkus rokok di kantung celana sebelah kanan dan mengambil sebatang
demi menurunkan tekanan yang ditimbulkan ketiga orang gila ini. Semuanya tidak
mungkin benar, hisapan dari rokok pertama dipagi hari disaat semuanya semakin
memburuk sangatlah membantu. “Serrrrrrrrt” (hisapan) dan kemudian “huuuft”
(tiupan asap) ini begitu lembut, rasanya seperti tiga hari aku tidak merokok.
Eh, tunggu, mulut mereka mungkin berbohong, tapi rokok dan paru-paru ini tidak.
Kenapa semua ini terasa semakin aneh?
Demi
meyakinkanku mereka menyuruhku untuk melihat tanggal dan waktu di hanphone. Aku
menolak dan mereka menyodorkan handphone mereka dengan tanggal yang sudah
dimajukan tiga hari dari sekarang. Jika waktu di hanphoneku sama, mereka pasti
juga merubahnya.
Ah
menyebalkan sekali dan teh yang diteko itu mungkin sudah tidak lagi hangat.
Maaf bapak penjaga vila yang aku tidak tahu siapa namanya, teh buatanmu yang
seharusnya nikmat disruput panas-panas, bahkan tidak kusruput sama sekali.
Okay,
tidak ada lagi argumen dan kerutan dahi, karena kini kita sudah datang
jauh-jauh dari kota metropolitan dan sekarang ada di desa dengan pemandangan
indah, kenapa aku tidak mengajak tiga orang ini untuk hiking saja? Dengan melewati
perkebunan teh, dengan rute yang random dan dengan ditemani udara pagi yang sejuk,
mungkin dapat menjernihkan pikiran dan tentunya menyegarkan raga kita semua.
Serta melupakan semua yang barusan terjadi.
***
Arrrgh,
menyebalkan... Niatku mengajak mereka hiking untuk menutup mulut dengan
panorama hijau kebun teh yang tidak biasa, kenapa malah sepanjang perjalanan
mereka berusaha meyakinkanku dengan hal yang barusan. Hingga pada akhirnya aku
berteriak.
“Kalian
kenapa sih? Menyebalkan sekali.
Jangan terus menerus merusak moodku. Dengan bacot
kalian yang tidak hentinya itu justru
membuat liburan ini lebih buruk daripada suasana kantor. kalian pikir
aku bodoh? Jangan seperti itulah. Kalo menurut kalian perjalanan ini tidak
berarti, buatku sebaliknya.”
Sudah
lama sekali aku tidak berteriak. Stress ini membuatku ingin kembali merokok,
padahal aku sudah berniat untuk tidak menyentuhnya saat berolahraga. Persetan,
mereka adalah setan! Eh tunggu, korek gasku tertinggal di teras vila, pikun
sekali, untung saja didepan ada warung. Memang, hisapan ini bagaikan surga.
Oh
iya, Ibuku seharusnya sudah mengirimkan sms pesanan oleh-olehnya. Seingatku Ia
memesan ubi bakar cilembu dan hal lainnya. Tunggu, memang benar tanggalan
dihapeku mereka ganti tiga hari lebih cepat, namun bukan berarti mereka dapat
mengganti tanggal dan waktu yang telah provider simcard berikan. Ini kan
sistem, tidak mungkin mereka bisa menggantinya. Ini sebenarnya kenapa, gak mungkin mereka benar.
Bersambung di chapter -Tidur
Berjalan Anto-.