Minggu, 22 Juni 2014

Inagurasi dan Tongkat Narsis.




Orang tua sering kali berkata, “Kalo mau pinter, gaul sama yang pinter”. Kalo saya menanggapinya dalam berbagai hal; ya kalo mau gaul ya deket sama yang gaul, kalo mau pintar dekat dengan orang pintar, mau terlihat muda dekat dengan yang muda dan kalo mau normal jangan deket sama yang homo. Untuk opsi terakhir sepertinya mustahil, karena saya satu kontrakan dengan cowo homo. Kecuali saya dan cowo yang bernama Deni.

Okay, back on track. Kemarin siang saya baru saja bernostalgia dengan panggung pertunjukan seni yang diadakan oleh mahasiswa prodi manajemen dan ekonomi pembangunan di kampus tempat saya belajar, fakultas ekonomi Universitas Islam Indonesia (Yogyakarta). Panggung seni yang selalu diadakan tiap tahunnya oleh mahasiswa baru ini bernama Inagurasi. Sampai sekarang saya masih bingung itu artinya apa, yah, memang saya yang kepalang goblok, hahahaha.

Berbeda dengan tahun ini, tahun angkatan saya (2011) gak begitu istimewa. Bahkan terkesan gak niat, oleh karena itu saya bangga dengan mahasiswa angkatan baru ini, lebih niat dalam menjalani hidup. Tidak hanya itu, kemarin-pun saya mencoba hal baru, hal baru yang gak pernah luput dilakukan oleh anak gaul jaman sekarang. Hal itu adalah selfie menggunakan tongkat narsis, atau yang lebih gaul lagi TONGSIS. Tongsis atau yang akrab saya sebut sebagai tongkat setan ini merupakan alat yang diciptakan untuk memudahkan kita foto narsis bersama banyak orang dengan kamera depan. Semakin bagus kamera depan handphone anda, semakin bagus hasil yang didapatkan. Apabila hape anda dipasangkan oleh alat aneh ini, maka hape anda tidak jauh dari cangkul, bedanya, cangkul ini bisa moto bareng.

Back on track again, saat acara (masih) berlangsung, tidak sengaja bertemu dengan teman angkatan awal satu organisasi kampus, kemudian saya meminta foto bareng karena waktu itu sandang mereka sudah berantakan karena gedebag-gedebuk diatas panggung. Ya simple aja, agar saat difoto saya terlihat lebih rapih (meskipun enggak sama sekali).

Awalnya foto bertiga, kemudian bertemu dengan teman yang lain, sampai pada akhirnya layar hampir gak muat, karena sangking banyaknya orang. Kemudian, salah satu dari teman menyarankan tonkat SETAN. Ya, apa boleh buat, demi hasrat narsisme. Empat sampat lima foto berlalu, hingga pada akhirnya saya memegang tongkat itu. Saya tidak tahu orang lain melihat atau tidak, meskipun awalnya sangat malu dan nasi sudah menjadi lima jepretan. Ah persetan lah, namanya juga tongkat setan.

Dengan menggunakan tongkat narsis itu pada akhirnya saya sadar, tidak harus dekat dengan yang muda untuk kembali muda. Kecuali saya menginginkan istri saya tetap cantik disaat saya sudah bau tanah. Muda dan kembali muda adalah konteks yang berbeda. Satu sisi adalah fisik disisi lainnya adalah jiwa. Semua tergantung perspektif belaka. Anda tidak harus melakukan apa yang anda tidak suka (benar-benar bukan anda) demi berbaur. Saya tidak berbicara terkait dengan harga diri, namun kenyamanan anda. Untuk kasus saya yang diatas, itu adalah pengecualian. Mungkin suatu saat nanti saya akan kembali menggunakannya dengan teman-teman homo satu kontrakan dan juga deni.

Btw, cewe-cewe yang difoto cantik-cantik kan? Awas ya, kalo ada yang minta nomer Hpnya, dikira saya germo apa. Hahahahaha, sekian, saya Arief Setya Negara mengucapkan terima kasih karena anda sudah membaca cerita saya sampai Terima Kasih ^^.

1 komentar:

GULBAX89 mengatakan...

"kalo mau normal jangan deket sama yang homo. Untuk opsi terakhir sepertinya mustahil, karena saya satu kontrakan dengan cowo homo. Kecuali saya dan cowo yang bernama Deni."

dulu dikontrakan yang lama, kamu sendiri rif satu2nya yg homo.