Orang
tua sering kali berkata, “Kalo mau pinter, gaul sama yang pinter”. Kalo saya
menanggapinya dalam berbagai hal; ya kalo mau gaul ya deket sama yang gaul,
kalo mau pintar dekat dengan orang pintar, mau terlihat muda dekat dengan yang
muda dan kalo mau normal jangan deket sama yang homo. Untuk opsi terakhir
sepertinya mustahil, karena saya satu kontrakan dengan cowo homo. Kecuali saya
dan cowo yang bernama Deni.
Okay,
back on track. Kemarin siang saya baru saja bernostalgia dengan panggung
pertunjukan seni yang diadakan oleh mahasiswa prodi manajemen dan ekonomi
pembangunan di kampus tempat saya belajar, fakultas ekonomi Universitas Islam
Indonesia (Yogyakarta). Panggung seni yang selalu diadakan tiap tahunnya oleh
mahasiswa baru ini bernama Inagurasi. Sampai sekarang saya masih bingung itu artinya
apa, yah, memang saya yang kepalang goblok, hahahaha.
Berbeda
dengan tahun ini, tahun angkatan saya (2011) gak begitu istimewa. Bahkan terkesan
gak niat, oleh karena itu saya bangga dengan mahasiswa angkatan baru ini, lebih
niat dalam menjalani hidup. Tidak hanya itu, kemarin-pun saya mencoba hal baru,
hal baru yang gak pernah luput dilakukan oleh anak gaul jaman sekarang. Hal itu
adalah selfie menggunakan tongkat narsis, atau yang lebih gaul lagi TONGSIS.
Tongsis atau yang akrab saya sebut sebagai tongkat setan ini merupakan alat
yang diciptakan untuk memudahkan kita foto narsis bersama banyak orang dengan
kamera depan. Semakin bagus kamera depan handphone anda, semakin bagus hasil
yang didapatkan. Apabila hape anda dipasangkan oleh alat aneh ini, maka hape
anda tidak jauh dari cangkul, bedanya, cangkul ini bisa moto bareng.
Back
on track again, saat acara (masih) berlangsung, tidak sengaja bertemu dengan
teman angkatan awal satu organisasi kampus, kemudian saya meminta foto bareng
karena waktu itu sandang mereka sudah berantakan karena gedebag-gedebuk diatas
panggung. Ya simple aja, agar saat difoto saya terlihat lebih rapih (meskipun
enggak sama sekali).
Awalnya
foto bertiga, kemudian bertemu dengan teman yang lain, sampai pada akhirnya
layar hampir gak muat, karena sangking banyaknya orang. Kemudian, salah satu
dari teman menyarankan tonkat SETAN. Ya, apa boleh buat, demi hasrat narsisme. Empat
sampat lima foto berlalu, hingga pada akhirnya saya memegang tongkat itu. Saya
tidak tahu orang lain melihat atau tidak, meskipun awalnya sangat malu dan nasi
sudah menjadi lima jepretan. Ah persetan lah, namanya juga tongkat setan.
Dengan
menggunakan tongkat narsis itu pada akhirnya saya sadar, tidak harus dekat
dengan yang muda untuk kembali muda. Kecuali saya menginginkan istri saya tetap
cantik disaat saya sudah bau tanah. Muda dan kembali muda adalah konteks yang
berbeda. Satu sisi adalah fisik disisi lainnya adalah jiwa. Semua tergantung
perspektif belaka. Anda tidak harus melakukan apa yang anda tidak suka
(benar-benar bukan anda) demi berbaur. Saya tidak berbicara terkait dengan
harga diri, namun kenyamanan anda. Untuk kasus saya yang diatas, itu adalah
pengecualian. Mungkin suatu saat nanti saya akan kembali menggunakannya dengan
teman-teman homo satu kontrakan dan juga deni.
Btw,
cewe-cewe yang difoto cantik-cantik kan? Awas ya, kalo ada yang minta nomer Hpnya,
dikira saya germo apa. Hahahahaha, sekian, saya Arief Setya Negara mengucapkan
terima kasih karena anda sudah membaca cerita saya sampai Terima Kasih ^^.
1 komentar:
"kalo mau normal jangan deket sama yang homo. Untuk opsi terakhir sepertinya mustahil, karena saya satu kontrakan dengan cowo homo. Kecuali saya dan cowo yang bernama Deni."
dulu dikontrakan yang lama, kamu sendiri rif satu2nya yg homo.
Posting Komentar